BREAKING NEWS

Diduga Sarat Kejanggalan, FPPK-PS Laporkan Pencairan Konsinyasi Jalan Samota ke Kejati NTB


Klik86.com
- Mataram – Dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencairan anggaran konsinyasi pembangunan jalan Samota di Kabupaten Sumbawa menuai sorotan tajam. Dewan Pengurus Pusat Front Pemuda Peduli Keadilan Pulau Sumbawa (FPPK-PS), didampingi tim kuasa hukum, secara resmi melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) pada Senin, 2 Juni 2025.

Ketua Umum FPPK-PS, Abdul Hatab, menilai adanya indikasi kuat tindak pidana korupsi dan konspirasi dalam pencairan dana konsinyasi tersebut. Ia menuding beberapa pihak terlibat, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumbawa, Pengadilan Negeri (PN) Sumbawa, dan seorang warga bernama Ali Bin Dahlan yang disebut sebagai penerima dana.

Dalam konferensi pers, Hatab mengungkap bahwa pencairan dilakukan meski proses hukum atas objek konsinyasi masih bergulir di Mahkamah Agung (MA). "Belum ada putusan hukum tetap, namun dana sudah dicairkan. Ini tindakan di luar kewenangan," ujar Hatab.

Disebutkan bahwa perkara hukum atas objek tersebut masih dalam proses kasasi dengan nomor 3/Pdt.G/2024/PN.Sbw. Meski demikian, PN Sumbawa disebut telah mencairkan dana senilai Rp54 juta lebih kepada Ali BD, bahkan dilakukan dua kali pada tahun 2015 dan 2023 dengan nomor nominatif yang sama, yakni nomor 87.

Hal yang mengundang kecurigaan, menurut Hatab, ialah fakta bahwa dalam surat rekomendasi BPN, terdapat daftar nama penerima konsinyasi seperti Sri Marjuni Gaeta, Syaifuddin, dan beberapa pihak lainnya. Namun dalam pelaksanaannya, hanya satu orang yang menerima dana.

“Kami menduga adanya persekongkolan untuk mengalihkan hak orang lain. Bahkan ada nama Alimuddin sebagai pemilik SHM No.1740 yang tidak ada kaitannya dengan perkara ini, tapi dananya juga dicairkan dan diberikan ke pihak yang sama,” tegasnya.

Kuasa hukum Sri Marjuni Gaeta, H. Muhammad Iskandar, menambahkan bahwa pencairan pada 2015 terjadi sebelum penetapan konsinyasi secara resmi pada 2016. “Itu jelas melanggar prosedur. Tahun 2015 uang sudah diterima, padahal penetapannya baru keluar setahun setelahnya,” katanya.

Sementara itu, kuasa hukum Ali BD, Basri, menegaskan bahwa kliennya hanya menerima dana yang disalurkan PN Sumbawa atas dasar surat pengantar dari BPN. Ia membantah adanya pelanggaran pidana. “Kalau memang keliru, dan uang itu harus dikembalikan, kami siap. Tapi jangan tuduh kami korupsi, karena bukan kami yang mencairkan,” ucap Basri.

Ia juga menyebut bahwa lahan yang diajukan untuk konsinyasi berada di bagian utara, namun ketika dana dari lokasi selatan juga cair, pihaknya menerima semuanya. “Kami hanya mengajukan sesuai lokasi, tapi karena pengadilan mencairkan lebih dari itu, ya kami terima,” ujarnya.

Menanggapi hal ini, Subhan, mantan Kepala BPN Sumbawa yang kini menjabat di Lombok Tengah, membantah bahwa lembaganya memberikan rekomendasi pencairan. “Kami hanya membuat surat pengantar, bukan rekomendasi. Verifikasi hukum sepenuhnya adalah kewenangan PN Sumbawa,” jelasnya.

Ia juga menolak jika BPN dijadikan pihak yang bertanggung jawab dalam proses pencairan tersebut. “Kalau ada kekeliruan, itu bukan tanggung jawab kami. Penilaian hukum ada di pengadilan,” tutupnya.

Kasus ini menyorot celah kelemahan koordinasi antar lembaga dalam proses ganti rugi lahan pemerintah. FPPK-PS pun meminta Kejati NTB segera melakukan penyelidikan dan penyidikan menyeluruh untuk mengungkap dugaan penyimpangan dalam penggunaan anggaran konsinyasi pembangunan jalan Samota.(Red)
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image