Porang Angkat Derajat Petani Lombok Timur: Dari Lahan Tidur ke Pasar Dunia

Daftar Isi

RNN.com
Lombok Timur, NTB — Sebuah babak baru dalam dunia pertanian tengah dimulai di Kabupaten Lombok Timur. Tanaman porang yang dulu kurang dikenal, kini menjelma menjadi harapan ekonomi baru bagi petani lokal, seiring beroperasinya pabrik pengolahan porang pertama di wilayah tersebut.

Langkah ini bukan sekadar ekspansi pertanian biasa, tapi bagian dari strategi besar untuk mendorong hilirisasi dan industrialisasi produk lokal. Pemerintah daerah telah resmi menggandeng PT Sanindo Pangan Rinjani untuk mengelola pabrik yang akan mengolah porang mentah menjadi tepung siap ekspor.

“Selama ini, porang dari Lombok Timur langsung dikirim keluar dalam bentuk mentah. Sekarang, semuanya bisa diproses di sini,” ujar Lalu Alwan Wijaya, Sekretaris Dinas Perindustrian Kabupaten Lombok Timur.

Pabrik ini ditargetkan mampu melakukan pengiriman hasil produksi hingga tiga kali sebulan. Produk tepung porang tersebut sebagian besar akan diekspor ke Tiongkok, pasar utama yang selama ini menunjukkan permintaan tinggi.

Namun, di balik optimisme itu, masih ada tantangan besar: keterbatasan bahan baku. Saat ini, luas lahan tanam porang di Lombok Timur hanya berkisar antara 28 hingga 281 hektare, dan sebagian besar belum optimal. Untuk memenuhi kebutuhan pabrik sebesar 80 ton porang per hari, Pemkab pun menjalin kemitraan dengan kabupaten lain seperti Lombok Tengah, Lombok Utara, hingga Sumbawa.

“Pasokan tak bisa hanya mengandalkan Lombok Timur. Kita butuh sinergi regional. Bahkan, jika perlu, kita buka pintu dari luar provinsi,” jelas Alwan.

Langkah ini merupakan lompatan besar bagi Lombok Timur dalam membangun rantai pasok yang solid di sektor pertanian. Tak hanya menampung hasil panen lokal, pabrik ini juga menjadi tempat belajar bagi para petani dan pelaku industri kecil-menengah (IKM) untuk naik kelas.

Porang sendiri bukan tanaman biasa. Umbi ini memiliki banyak kegunaan, mulai dari bahan makanan seperti mie dan beras rendah kalori, hingga bahan dasar kosmetik dan farmasi. Harga jualnya pun melonjak signifikan—dari sebelumnya Rp2.500–Rp4.000 per kilogram menjadi Rp8.000.

“Nilai ekonominya luar biasa. Dan yang lebih penting, petani kita mulai merasakan manfaatnya,” tambah Alwan.

Selain aspek ekonomi, keberadaan pabrik ini juga membuka peluang lapangan kerja dan menumbuhkan sektor usaha baru di sekitar industri porang. Pemerintah daerah menegaskan bahwa proyek ini bukan akhir, melainkan awal dari transformasi besar dalam pola pengelolaan komoditas pertanian.

“Ini bukan sekadar pabrik. Ini simbol perubahan. Dulu bahan baku keluar, sekarang diproses di sini. Kami ingin petani kita tidak lagi jadi penonton, tapi pemain utama dalam industri porang,” pungkasnya.

Dengan langkah-langkah ini, Lombok Timur bukan hanya menanam porang, tapi juga menanam masa depan yang lebih cerah untuk warganya.(red)